Majelis Dzikir Tasbih Indonesia melaksanakan Kegiatan Kholwat, dalam skala nasional dan dilaksanakan setiap tahun, tepatnya setiap akhir bulan Muharram atau Syuro. Kegiatan kholwat ini dilaksanakan selama 3 hari 2 malam dengan kegiatan Sholat, Dzikir dan Bersholawat yang dilakukan oleh ribuan jamaah dengan dipimpin oleh Imam Besar, Kanjeng Guru Abah KH. Imroni Abdillah. Kegiatan ini sudah berlangsung hampir 20 tahun dan dilaksanakan ditempat yang agak jauh dari pemukiman penduduk dengan tujuan mendapatkan ketenangan beribadah dan keheningan suasana serta menyatu dengan alam terbuka.
Pada saat ini, peserta kholwat mencapai ribuan dari 38 majelis cabang yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Khalwat itu berasal dari kata (khalaa- yakhluu-khalwatan) yang maknanya menyepi, menyendiri, mengasingkan diri bersama dengan seseorang tanpa kersertaan orang lain. Secara istilah, khalwat sering digunakan untuk hubungan antara dua orang di mana mereka menyepi dari pengetahuan atau campur tangan pihak lain, kecuali hanya mereka berdua.
Orang yang berdoa pada malam hari menitikkan air mata sambil mengadu kepada Allah di saat orang-orang sedang asyik tidur, juga disebut berkhalwat. Yaitu merasakan kebersamaan dengan Allah SWT tanpa kesertaan orang lain. Seolah di dunia ini hanya ada dirinya saja dengan Allah SWT.
Dalam hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, ketika mereka asyik dengan urusan mereka berdua saja, atau berbicara hanya empat mata berdua, tanpa menghendaki ada keikut-sertaan orang lain disebut berkhalwat.
Berkhalwatnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah hal yang diaramkan di dalam syariat Islam. Dan Rasulullah SAW telah bersabda untuk memastikan keharamannya.
“Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya,” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan,” (Riwayat Ahmad).
Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya.
Secara tegas Islam mengharamkan terjadinya khalwat, yaitu menyepinya dua orang yang berlainan jenis dan bukan mahram dari penglihatan, pendengaran dan kesertaan orang lain. Rasulullah SAW telah menyebutkan bahwa bila hal itu terjadi, maka yang ketiga adalah syetan.
MUKERNAS adalah kegiatan …..
Makna halal bi halal adalah saling bermaafan di hari lebaran. Lebih tepatnya halal bi halal adalah kegiatan silaturahmi di mana diisi dengan saling maaf memaafkan selama hari raya idul fitri.
Halal bi halal sudah menjadi tradisi di Indonesia. Walaupun kata halal bi halal merupakan kata dari Bahasa Arab, namun orang Arab tidak akan mengerti maknanya karena halal bi halal ini hanya ada di Indonesia dan merupakan kreasi sendiri orang Indonesia.
Makna halal bi halal bertujuan untuk menciptakan keharmonisan antar sesama manusia. Jadi walaupun merupakan kata kreasi tersendiri dari orang Indonesia, hakikat halal bi halal adalah hakikat ajara Al-Quran.
Makna halal bi halal yaitu silaturahmi dan saling memaafkan. Seperti yang telah diketahui, halal bi halal adalah kegiatan silaturahmi dan asling memaafkan yang merupakan risalah islam, dan makna halal bi halal ini tidak terbatas hanya pada saat idul fitri saja. Adapun tujuannya adalah sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW berikut:
“Barangsiapa yang telah menganiaya kepada orang lain baik dengan cara menghilangkan kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati). Apabila belum meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal sholeh maka diambilah amal sholehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi. Dan apabila tidak punya amal sholeh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”. (HR. Al Bukhori)
Banyak hadits yang sangat mementingkan makna halal bi halal atau menjaga silaturahmi dan saling memaafkan, diantaranya adalah:
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Siapa saja yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada dosa yang pelakunya lebih layak untuk disegerakan hukumannya di dunia dan di akhirat daripada berbuat zalim dan memutuskan tali persaudaraan” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka sambunglah tali silaturrahmi” (HR. Al-Bukhari).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalaman kecuali dosa keduanya diampuni oleh Allah swt sebelum mereka berpisah.” (HR. Tirmidzi)
Makna halal bi halal Dalam Tinjauan Al-Quran
Selain itu, di dalam Al-Quran juga disebutkan tentang betapa pentingnya makna halal bi halal dengan menjaga silaturahmi dan saling bermaafan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 199 dan surat Ar-Ra’du ayat 21.
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’raf:199)
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah swt perintahkan supaya dihubungkan (Yaitu mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan).” (QS. Ar Ra’du : 21)
Makna halal bi halal tentunya lebih dipahami oleh orang Indonesia sebagai pencetus istilah halal bi halal ini. Walaupun kata tersebut diambil dari Bahasa Arab, halal bi halal merupakan kreasi orang Indonesia dari zaman dulu. Kata ini dipakai sebagai pengganti istilah silaturahmi dan telah menjadi tradisi di Indonesia saat lebaran.
Halal merupakan lawan kata dari haram. Jadi dari segi hukum makna halal bi halal memberikan kesan bahwa akan terbebas dari dosa seseorang yang melakukannya. Jadi makna halal bi halal menurut tinjauan hukum, membuat sikap yang haram menjadi halal atau tidak berdosa lagi. tentunya hal ini harus didukung dengan saling memaafkan secara lapang dada.
Selain itu, kata halal menurut tinjauan bahasa atau linguistik berasal dari kata halla atau halala. Makna halal bi halal dalam hal ini adalah menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, melepaskan ikatan yang membelenggu. Dengan melaksanakan halal bi halal untuk silaturahmi dan saling memaafkan, maka seseorang akan menemukan hakikat idul fitri.
Anjuran halal bi halal
Makna halal bi halal selanjutnya dapat ditinjau secara Qurani atau menurut Al-Quran. Al-Quran menuntut halal yang baik dan menyenangkan. Jadi seluruh umat muslim dituntut untuk melaksanakan aktivitas yang baik dan menyenangkan bagi semua orang yang terlibat.
Bahkan Al-Quran tidak hanya menuntut sesorang untuk memaafkan orang lain, namun juga berbuat baik terhadap orang yang melakukan kesalahan kepadanya. Oleh karena itu, makna halal bi halal yang sebenarnya adalah menyambungkan hubungan yang putus, mewujudkan keharmonisan dari sebuah konflik, serta berbuat baik secara berkelanjutan.
Jadi halal bi halal tidak hanya sekedar saling memaafkan saja, namun juga menciptakan kondisi persatuan. Halal bi halal buka hanya sekadar ritual keagamaan, tapi juga merupakan tradisi kemanusiaan dan kebangsaan yang baik.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, kegiatan haul sering digelar. Dalam praktiknya, haul merupakan momentum untuk mengenang seorang tokoh, terutama para ulama yang telah wafat. Lalu, apa hakikat makna haul?
Mengutip buku Peringatan Haul Ditinjau dari Hukum Islam karya KH Hanif Muslih, secara etimologi makna haul berarti satu tahun. Penggunaan haul dalam istilah bermakna peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya tokoh masyarakat. Mereka adalah alim ulama yang sekaligus pejuang. Kontribusi mereka bagi masyarakat membuat sosok yang selalu diingat sepanjang masa. Haul bertujuan untuk mengenang jasa orang yang sudah tiada.
Haul untuk memperingati tokoh besar, seperti haul Syekh Nawawi al-Bantani. Tiap tahun, acara yang berlangsung di Pondok Pesantren an-Nawawi Tanara, Kabupaten Serang tersebut, dipadati ribuan peziarah. Peringatan hari wafatnya (haul) ulama besar asal Banten yang lahir di Tanara, Serang, 1230 H atau 1813 Masehi tersebut dirangkai dengan beragam kegiatan sebelumnya, seperti pembacaan riwayat hidup sang tokoh.
Selain itu, ada pula peringatan haul wali songo, habib, serta sejumlah masyayikh dan kyai. Mereka semua berjasa bagi perjuangan Islam dan Indonesia. Rangkaian kegiatan haul, antara lain, ziarah ke makam sang tokoh. Pelaksanaan zikir, tahlil, kalimat-kalimat baik, pembacaan Alquran, lalu disusul dengan doa bersama. Tak jarang pula, penyelenggara menggelar taklim atau ceramah agama di sela-sela acara.
Haul merupakan salah satu upaya mengingat kematian. Selama tidak disertai dengan kemusyrikan maka hukumnya boleh. Hadis riwayat al-Waqidi dalam Nahj al-Balaghah menyebutkan Rasulullah SAW suatu ketika berziarah ke makam syuhada Uhud.
Sesampainya di Lereng Gunung Uhud, Rasul mengucapkan dengan keras, “Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian berkat kesabaran kalian maka alangkah baiknya tempat kesudahan.” Kemudian, Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Utsman bin Affan melakukan hal sama.
Haul juga bentuk dari ziarah kubur yang dianjurkan. Intinya adalah mengingat kematian. Semakin mengingat kematian, semakin membuat seseorang maksimal berbuat kebaikan. Oleh sebabnya, kebaikan tersebut akan menjadi bekal bagi hidup di akhirat nanti.